Diare Pada Bayi, Apa yang Harus Dilakukan?

Diare Pada Bayi, Apa yang Harus Dilakukan?
Duniainformasikesehatan.com - Tahukah Anda, ternyata diare merupakan salah satu penyebab kematian bayi tertinggi di Indonesia. Menurut data yang kami lansir dari Alodokter.com, di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian bayi dengan persentase mencapai 31,4%. Sebesar 25% di antaranya adalah balita berumur 1-4 tahun akibat diare yang berujung kepada kondisi dehidrasi.

Sedangkan informasi yang kami dapatkan dari Wikipedia, diare juga membunuh lebih dari 2,6 juta orang setiap tahunnya. Boleh dikatakan diare ini cukup berbahaya jika tidak segera ditangani, karena dapat menyebabkan kematian. Akan tetapi masih banyak orang yang tidak mengerti, dan mengganggap remeh penyakit diare ini.

Diare Pada Bayi

Tidak seperti orang dewasa, seorang bayi akan lebih rentan terkena diare karena daya tahan tubuh dan proses pencernaannya masih lemah sehingga bakteri dan virus lebih mudah menyerang dan berkembang menjadi diare.

Akan tetapi jika anda menjaga kesehatan dan memperhatikan betul kebersihan bayi mulai dari makanan, pakaian hingga tempat tidurnya mungkin resiko terkena diare akan lebih rendah. Jadi mulai sekarang usahakan untuk memperhatikan hal itu lebih teliti lagi.

Ingat, diare pada bayi bisa menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani dengan cepat.

Tips : Penderita diare sebaiknya segera meminum oralit yang merupakan campuran dari gula dan garam untuk menjaga cairan tubuh

Terus apa yang menyebabkan seseorang atau bayi bisa terserang diare? Yuk mari kita simak dibawah ini :

Apa Saja Penyebab Diare?

Seperti yang dijelasakan diatas, diare pada bayi dapat disebabkan oleh banyak hal, mulai dari infeksi usus hingga perubahan pola makan, antara lain:
  • Infeksi parasit, bakteri, atau virus. Bayi dan balita yang banyak menyentuh benda yang belum tentu bersih akan rentan terinfeksi karena sering memasukkan tangannya yang kotor ke mulut. Selain itu, kekebalan tubuh mereka yang masih dalam tahap berkembang juga membuat mereka lebih rentan tertular penyakit.
  • Keracunan makanan.
  • Terlalu banyak mengonsumsi jus buah.
  • Alergi terhadap obat-obatan tertentu.
  • Alergi terhadap makanan tertentu.
Bayi yang sudah bisa mencerna makanan padat dan sedang mengalami diare sebaiknya untuk sementara menjauhi makanan yang berminyak, yang berserat tinggi, yang manis seperti kue dan produk-produk susu. Ini karena jenis makanan tersebut dapat memperburuk gejala diare mereka.

Mendeteksi Tekstur Tinja Bayi

Cara terbaik untuk mendeteksi penyakit ini adalah dengan melihat perubahan warna dan bentuk tinja bayi sedini mungkin. Tinja bayi umumnya berubah warna, bau, dan tekstur sesuai dengan bahan makanan yang dikonsumsi. Tinja yang berubah menjadi lebih encer, lebih banyak, atau frekuensinya lebih sering adalah gejala utama diare.

Namun hati-hati dalam membedakannya dengan bayi yang mengonsumsi air susu ibu (ASI) yang umumnya juga memproduksi tinja yang lebih cair. Sebaliknya, tinja yang berbentuk bulatan-bulatan kecil menjadi indikasi kondisi konstipasi.

Berikut ini adalah warna tinja yang dapat menjadi panduan mendeteksi kondisi bayi:
  • Cokelat muda: umumnya ditemukan pada bayi yang mengonsumsi susu formula.
  • Hijau kehitaman: disebut juga mekonium, merupakan tinja yang muncul ketika bayi baru lahir.
  • Hijau kecokelatan: warna tinja bayi yang setelah lahir mengonsumsi ASI.
  • Kuning kehijauan: warna tinja bayi kira-kira lima hari setelah lahir.
  • Warna lain: tinja bayi akan berwarna cokelat pekat jika sudah mengonsumsi makanan padat. Warna ini akan berubah sesuai dengan jenis makanan yang dikonsumsinya.
  • Mengenali Gejala dan Dampak Diare
Jika bayi Anda berusia kurang dari enam bulan dan mengalami diare, periksakan ke dokter, terutama jika mengalami gejala-gejala seperti berikut ini:
  • Mengalami muntah-muntah.
  • Terlihat lesu.
  • Tinja berwarna hitam, atau merah karena mengandung darah.
  • Terdapat nanah pada tinja bayi.
  • Sakit perut.
  • Demam di atas 39°C.
Saat bayi diare, keseimbangan air dan garam (elektrolit) di dalam tubuhnya terganggu. Kondisi ini dapat memicu dehidrasi yang dapat mengancam nyawa, terutama pada bayi yang baru lahir.

Terdapat beberapa gejala dehidrasi pada bayi yang patut dikenali dengan jelas:
  • Kondisi mulutnya yang kering.
  • Tidak ada air mata yang keluar saat menangis.
  • Buang air kecil lebih sedikit dibandingkan biasanya.
  • Kulitnya yang terasa lebih kering.
Setiap orang tua perlu mewaspadai terjadinya dehidrasi pada bayi yang sedang diare karena dehidrasi dapat dengan cepat memperburuk kondisi tubuh bayi.

Menangani Dehidrasi pada Bayi

Untuk mencegah kondisi bertambah buruk, ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk menangani dehidrasi pada bayi:
  • Anda perlu terus memberikan ASI untuk mencukupi kebutuhan cairan tubuhnya.
  • Encerkan atau tambahkan air pada susu formula jika bayi tidak mengonsumsi ASI. Jika memungkinkan, ganti susu formula dengan susu bebas laktosa hingga diarenya berhenti. Tubuh bayi lebih sulit mencerna laktosa, sehingga dapat memperburuk diare.
  • Hindari memberikan jus atau minuman berkarbonasi.
  • Berikan oralit secara teratur bersamaan dengan makanan bayi (ASI, susu formula dicampur air, atau makanan pendamping).
  • Kondisikan ruangannya selalu sejuk dan jauhkan bayi dari paparan sinar matahari agar tidak berkeringat secara berlebihan.
Jika kondisi bayi anda masih memburuk, segera bawalah ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan medis yang tepat dan cepat.

Mencegah Diare

Berikut ini adalah beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah diare:
  • Mencuci tangan bayi atau balita secara rutin, terutama setelah bermain.
  • Orang dewasa yang merawat bayi atau balita juga perlu menjaga kebersihannya agar tidak menularkan mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada bayi.
  • Jaga agar lantai dan benda-benda yang dipegang bayi atau balita Anda selalu bersih.
  • Jika bayi mengonsumsi ASI perah atau susu formula, selalu pastikan kebersihan dan kesterilan botol yang digunakan.
  • Perhatikan kebersihan makanan dan minuman yang diberikan pada bayi dan balita. Hindari memberikan makanan yang biasa dikonsumsi orang dewasa.